ELINE.ID, MAKASSAR– Sekitar 30 warga Kampung Alla-alla, Kelurahan Batua, Kecamatan Manggala, menggelar demonstrasi di Kantor DPRD Kota Makassar. Rabu, 31 Januari 2023.
Mereka mendesak DPRD Makassar agar memberi solusi atas masalah yang dialami oleh Warga yakni penutupan akses jalan keluar masuk kampung mereka.
Salah satu warga mengaku kecewa dengan para anggota dewan utamanya dari dapil Panakkukang-Manggala lantaran tidak menemui warga yang mengadukan masalahnya.
“Anggota dewan cuman baik saat ada maunya, pas kita kodong yang ada masalah tidak digubris,” tutur salah satu warga saat ditemui di halaman Kantor DPRD Makassar.
Diberitakan sebelumnya, Fenomena akses jalan masyarakat yang tertutup akibat konflik kepemilikan dengan pihak lain sering kali terjadi di Indonesia. Hal ini pula terjadi di kota Makassar tepatnya di Kampung Alla-Alla, Kelurahan Batua, Kecamatan Manggala.
Sebanyak 47 jiwa yang terdiri dari 12 kepala keluarga dan diantaranya 9 anak kecil terdampak penutupan akses jalan keluar-masuk yang dilakukan oleh Syamsul Bahri Sirajuddin–kakak kandung dari mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin atau IAS.
Perwakilan warga Kampung Alla-Alla menyebutkan penutupan akses jalan ini sudah hampir terjadi kurang lebih 2 tahun lamanya tanpa ada kejelasan dari pihak Syamsul Bahri. Hingga saat ini, warga kampung Alla-Alla yang terdampak penutupan jalan ini masih bertahan dengan menggunakan akses jalan alternatif namun terancam tidak bisa digunakan mengingat saat ini sudah memasuki musim hujan dan berpotensi banjir.
Jika menelisik ke belakang, awal mula penutupan akses jalan warga kampung Alla-Alla saat Syamsul Bahri berinisiatif untuk membangun tembok agar para penggarap tidak bisa masuk di lokasi. Kebetulan Syamsul Bahri juga mempunyai tanah di lokasi itu persil 48 berdekatan dengan rumah warga yang berada di persil 44.
“Nah untuk mencegah para penggarap masuk dan mengganggu di lokasi itu, pihak Bapak Syamsul Bahri membangun tembok di sebelah utara yang juga menutupi akses jalan keluar-masuk warga. Saat itu warga diberitahukan bahwa penutupan ini tidak berlangsung lama dan akan dibuka kembali setelah masalah ini selesai. Namun sampai saat ini janji Bapak Syamsul Bahri untuk membukakan jalan kembali tidak ditepati, alih-alih membongkar tembok yang menutupi jalan warga justru Bapak Syamsul Bahri melayangkan somasi kepada warga Kampung Alla-Alla agar segera merobohkan rumah dan bangunan yang berdiri di sana dan meninggalkan lokasi,” ujar Kadiv Advokasi & Bantuan Hukum Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sulawesi Selatan, Azhad Zadly Zainal, SH.
Hal ini yang menjadi tanda tanya besar bagi warga setempat karena atas dasar apa Syamsul Bahri mengusir warga yang telah lama tinggal di sana, kata Azhad, padahal lokasi yang ditinggali oleh warga berada di persil 44 sedangkan lokasi tanah milik Bapak Syamsul Bahri berada di persil 48.
“Menurut pengakuan dari Bapak Syamsul Bahri penutupan jalan ini berdasarkan seluruh tanah di sana baik yang berada di persil 44 maupun di persil 48 adalah miliknya berdasarkan jual beli tahun 2008 namun hal ini dibantah langsung oleh penjual yang menjelaskan tanah yang dibeli oleh Bapak Syamsul Bahri hanya di persil 48. Jual beli tanah yang terjadi di tahun 2008 antara penjual dan Bapak Syamsul Bahri hanya pada objek di persil 48,” uungkap Azhad.
Azhad menjelaskan, secara hukum apa yang dilakukan oleh Syamsul Bahri diduga bertentangan dengan aturan hukum yang ada, diantaranya pelanggaran fungsi sosial tanah yang menjadi roh dan prinsip dasar dari Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Pasal 5 UUPA mengatur bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam penjelasan umum UUPA “Tidak dapat dibenarkan bahwa hak atas tanah dipergunakan (atau pun tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadi suatu pihak, apalagi jika penggunaan tersebut merugikan masyarakat atau orang lain”. Intinya pemilik tanah tidak boleh menutup akses pihak lain yang memiliki atau menguasai tanah.(**)